Berita

Sama-Sama Naksir

Dulu sewaktu masih aktif di organisasi di ITS, saya punya teman dari Teknik Informatika ITS yang sebenarnya senior saya di organisasi, dikarenakan sering bertemu dan teman seperjuangan kepengurusan, kami menjadi akrab dan saya memanggilnya hanya dengan nama panggilannya saja, Nafiri. Jadi ceritanya begini, ndak tau bagaimana nd’lalah kami naksir cewek yang sama, tiap malam kami sering curhat-curhatan tentang cewek tersebut, dikarenakan Nafiri itu senior, saya agak ndak berani terus terang cerita perasaan saya tentang cewek yang dinaksir teman saya tersebut, sampai pada akhirnya kami punya kesimpulan bahwa cewek ini ndak jelas arah perasaannya dan harus ada cara supaya ada petunjuk dari cewek tersebut kemana perasaannya.
Saya masih ingat, sehabis maghrib tiba-tiba teman saya Nafiri datang ke kos-kosan, “Wil, aku duwe ide carane sek ngerti perasaan arek’e”. Dikarenakan munculnya Nafiri yang tiba-tiba, saya juga kaget dengan idenya yang saya belum tau, “Yok opo Naf, carane ?”. Mulai Nafiri menjelaskan idenya, “Wis ngene wae, awakmu saiki melu aku nang wartel”. Segera kami meluncur ke wartel di jalan Gebang Kidul, begitu tiba di depan wartel, kami duduk dan Nafiri mulai menjelaskan idenya kepada saya, ” Dadi ngene wil carane, awakmu mari ngene telponen arek’e, lah lek wis agak suwi aku tak nelpon arek’e pisan, pastiii engkok lek onok nada sela nang telpon arek’e, perhatekno telponmu ditutup nggak..? Lek ditutup, berarti arek’e nggak respek karo awakmu, lah nada sela’ku ng’kok lak diangkaaat, aku mulai ngobrol karo arek’e, lek wis agak suwia’an awakmu nelpono arek’e pisan, lah engkok onok nada sela nang telpon arek’e, telponku ditutup nggak..? Lek nggak ditutup, berarti arek’e onok perasaan nang aku. Yok opo menurutmu..?”. Wah saya sempat kaget dengan idenya, saya berpikir berarti kompetisi kita akan segera berakhir, “Oke Naf, dicoba wae, idemu brillian….!”. Mulai kita beraksi, saya masuk KBU Wartel, saya telpon si-dianya, mulai kita ngobrol dan agak lamaan, saya beri kode ke Nafiri untuk segera nelpon, Nafiri masuk ke KBU sebelahnya di Wartel yang sama, selagi saya ngobrol dengan si-dianya, tiba-tiba si-dianya berkata, “Mas, maaf ya, ini ada nada sela, ta’angkat dulu telponnya, ntar ngobrolnya disambung lagi”, saya kaget dengan permintaan cewek tersebut, wah berarti saya ini ndak masuk orang yang diperhatikannya. Dikarenakan nada sela itu telponnya Nafiri, mulai Nafiri ngobrol dengan si-dianya, agak lamaan, Nafiri beri kode ke saya untuk segera nelpon, saya nelpon si-dianya, nada sela mulai masuk, ternyata nafiri masih trus ngobrol sama si-dianya walaupun berkali-kali saya nelpon si-dianya, wah berarti cewek ini naksir nafiri. Setelah selesai ngobrol dengan si-dianya, Nafiri keluar dari KBU dengan wajah ceria dan berkata kepada saya, “Yok opo Wil..?, saya berkata, “Yo, berarti cewek iku naksir awakmu Naf”. Saya dan Nafiri pun keluar dari Wartel trus cari makan sambil ngobrol langkah selanjutnya supaya pedekate Nafiri dengan cewek tersebut lancar.
Ya…perjalanan waktu, akhirnya mereka memang jadian tapi kisah cinta mereka ndak lama, nggak tau sebab musababnya mereka putus. Sekarang Nafiri sudah bekerja di Jakarta dan sudah mempunyai pendamping mahasiswi kedokteran Unair.
Nafiri … senior, teman baik, teman seperjuangan, teman cerita, yang hingga saat ini masih sering kita berkomunikasi dan semoga pertemanan kita tetap abadi hingga akhir hayat.
(Wildan Abd Karim, Teknik Fisika 1997 – 2003)