Berita

Nur Aini Rakhmawati, Si Mungil Jago Teknologi Informasi

Tak banyak wanita yang menekuni teknologi informai (IT) secara professional. Apalagi mencatatkan presetasi internasional. Nur Aini Rakhmawati adalah salah seorang di antara yang sedikit itu. Kecanggihan cewak tersebut dalam menyusun kode pemrograman diakui Google.

Melihat penampilannya, barangkali orang tak menyangka bahwa gadis mungil berjilbab besar itu gape mengoprek program komputer. Karena itu, ketika suatu kali diundang Google dalam sebuah acara, undangan tak menganggapnya sebagai programmer.
”Pas saya duduk sambil pegang komputer,banyak yang nyamperin dan bertanya saya ini marketing produk apa?” katanya lantas tertawa.
Nur Aini adlaah dosen Sistim Informasi, Fakultas Teknik Informatika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Dia menunjukkan kehebatannya ketika menjadi peserta Google Summer of Code (GSoC) 2007. Iin panggilan akrabnya berhasil mewujudkan software pengembangan Joomla, aplikasi open source yang banyak digunakan masyarakat.

Untuk menjadi peserta GsoC, bukan hal yang mudah. Diar harus bersaing dengan ribuan aplikan lain dari seluruh penjuru dunia. Bagi kalangan TI (teknologi informasi), even tersebut cukup bergengsi. Sebab, mereka bisa menimba ilmu langsung dari mentor yang ditunjuk Google,. Khusus Joomla, diantara 6.000 aplikan, hanya 50 orang yang diterima. Iin merupakan satu-satunya dari Indonesia.

Tahun ini giliran Iin menjadi mentor GsoC. Dia membimbing seorang peserta dari Filipina. ”Ya mungkin Google tahu kalau saja sudah banyak pengalaman dengan Joomla. Soalnya, setelah jadi peserta saya juga direktur jadi developer,” ktanya lantas tersenyum. Bahkan Iin, tercatat sebagai wanita pertama dalam tim pengembang Joomla.

Kendati demikian, bunsgi di antara enam bersaudara tersebut menggang prestasinya itu tidak luar biasa. ”Sebenarnya banyak priya yang lebih hebat dari saya. Tapi, karena hanya sedikit perempuan yang profesional di IT, terutama untuk open source, saya jadi sorotan,” ungkapnya.

Menjadi satu-satunya wanita dalam GsoC sempat membuat dirinya canggung. Untunglah rekan-rekan dari berbagai negara mendukung. Sedikitnya wanita yang terjun secara profesional dalam bidang TI membuatnya tergerak.

Dia pun membuat milis khusus wanita yang membahas LINUX, salah satu sistem oeprasi open source. Milis tersebut dibentuk karena sebenarnya banyak wanita yang ingin memahami Linux. Tapi, ketika bergabung dengan milis yang didominasi pria, mereka sering jadi bahan ejekan.

Cewek kelahiran Pasuruan 20 Januari 1982  itu pun  mengumpulkan kenalan wanita di dunia maya membentuk milis yang diberi nama Kluwek. Mereka punya situs di http://kluwek.linux.or.id. Sekarang anggota milis itu berkembang hingga ratusan orang. Anggotanya mulai mahasiswi hingga Ibu rumah tangga. Tiap anggota punya julukan nama bumbu dapur.

Penyuka boneka penguin –simbol Linuz- itu mengaku, menjadi programmer bukanlah cita-citanya. Impiannya sejak kecil justru menjadi dokter kandungan. Segalanya berubah ketika dia bertemau sepupu yang suka utak-atik komputer. Iin yang kala itu duduk di bangku SMA lansung berubah pikiran dan ingin menjadi programmer. Ketika niat tersebut disampaikan kepada orang tuanya, mereka mendukung penuh. Terutama sang ayah, Slamet Riyadi. Satu nasiha dari ayahnya yang dia ingat sampai sekarang memacu dirinya untuk terus belajar. ”Kalau kamu menekuni satu bidang, harus berusaha menjadi pakar dibidang tersebut,” ujar Iin menirikan ucapan sang ayah.

Meski berambisi menjadi pakar TI, Iin mengaku tahu diri. Dia punya jadwal yang harus dipatuhi. Dalam sehari, maksimal berada di depan komputer sampai pukul 22.00. Itu kebiasannnya sejak mahsiswa . ”Dulu kami tidak boleh di laboratorium di atas pukul sepuluh malam. Kebiasaan itu terbawa sampai sekarang,” jelas cewek yang menyelesaikan S-1 Teknologi Informatika ITS tersebut.

Entah karena penampilannya atau karena hal lain. Iin gagal mendapatkan visa ke Amerika Serikat. Padahal, dia mendapat beasiswa dari Grace Hopper Celebration of Women in Computing Conference. Itu merupakan pertemuan perempuan penggiat TI seluruh dunia. Para peserta yang datang akan mendapat pelatihan untuk meningkatkan kemampuan. Karena proses seleksi beasiswa tersebut rumit, Iin sangat gembira ketika terpilih. “Duuh, syaratnya ribet banget. Tahun lalu saya sudah mengajukan. Tapi gagal. Baru tahun in dapat,” katanya. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas, diapun segera mengurus VISA. Awal September lalu, dia mengajukan permohonan. Tapi ditolak. Dua pekan kemudian dia mengajukan lagi. Semua syarat yang dulu dianggap kurang, dilengkapi. Tapi, lagi-lagi ditolak.

Iin tidak tahu apa yang menyebabkan dirinya tidak mendapat ijin ke AS. Dugaan pertama, Juli lalu dai baru saja kembali dari Taiwan setelah 2,5 tahun menempuh pendidikan S-2 di National Taiwan University of Science and Technology. Tapi, ada juga yang menyatakan karena penampilannya kurang menyakinkan sebagai dosen atau pakar TI. Intervensi Rektor ITS Priyo Suprobo pun tidak bisa membantu dirinya mendapatkan VISA. Meski urung berangkat ke AS, Iin tidak kecewa. Ada yang mengobati luka hatinya. Dia menerima tawaran dari tiga negara untuk melanjutkan S-3. Bahkan, ada yang menawarinya pekerjaan lumayan bergengsi. Tapi, dia belum memutuskan. ”Saya ingi kuliah S-3 akhir tahun ini. Soal kemana, saya belum tahu,” ujarnya lalu tersenyum.

Saat ini, Iin lebih banyak mengisi waktunya untuk mengajar di ITS. Bersama beberapa mahasiswanya, dia juga tengah menggarap program untuk mempromosikan pariwisata Indonesia. Nanti, program tersebut diberikan secara Cuma-Cuma kepada Pemerintah Daerah yang menginginkannya. ”Saya ingin orang Indonesia maju. Tidak hanya sebagai pengguna, tapi juga bisa mengembangkan program sendiri,” tegasnya.