Berita

Kontraktor Kecil Wajib Miliki Spesialisasi Kerja

JAKARTA, alumniITS:
Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto mengharapkan para kontraktor berskala kecil wajib memiliki keahlian khusus atau spesialisasi maupun  kemampuan dalam menghadapi ketatnya persaingan usaha jasa konstruksi nasional. Dengan kemampuan khusus, peluang kontraktor untuk mendapatkan proyek pekerjaan akan lebih besar.

“Misalnya saja seperti keahlian khusus pengerjaan atap, atau spesialisasi khusus lainnya. Kontraktor kecil jangan bersifat umum yang mengerjakan semua. Dengan spesialisasi itu, mereka bisa survive,” tutur Djoko Kirmanto di Jakarta, Jumat (19/10).

Saat ini, lanjut menteri, ada 182.000 penyedia jasa kontruksi di Indonesia. Dari jumlah itu, 17 persen tergolong penyedia jasa konstruksi skala besar. Meski jumlahnya relatif kecil, kontraktor itu menguasai 80 persen pasar jasa konstruksi domestik.

“Situasi ini yang menimbulkan masalah, karena sisa pasar yang hanya 20 persen diperebutkan oleh 87 persen dari total 182.000 kontraktor nasional,” tandasnya.

Menteri menginstruksikan adanya kerjasama antara kontraktor besar dan kecil. Jika terealisasi dengan contoh pekerjaan pokok dikerjakan kontraktor besar, sedangkan pekerjaan pendukungnya dikerjakan oleh penyedia jasa konstruksi skala kecil. “Jadi perlu adanya kesadaran dan kepedulian dari kontraktor besar untuk bekerja sama dan membagi pekerjaannya,” paparnya.

Menteri PU menambahkan, untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, Pemerintah tiap tahunnya menambah alokasi anggaran pembangunan infrastruktur. “Bertambahnya dana infrastruktur berarti menambah pula pasar jasa konstruksi nasional. Hal tersebut juga berdampak semakin banyaknya tenaga kerja yang terserap di bidang itu,” jelasnya.

Semakin bertambahnya nilai pasar konstruksi domestik membuat kontraktor luar negeri mulai berminat memasukinya. Dengan teknologi dan sumber daya manusia yang dinilai lebih baik, mereka dapat mengancam keberadaan kontraktor nasional.

“Menyadari hal tersebut, mau tidak mau, siap tidak siap, penyedia jasa konstruksi dalam negeri harus meningkatkan keahlian dan kompetensinya agar dapat bersaing dengan mereka,” sambungnya.

Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Soeharsojo menilai kerjasama dan pembagian kerja menyebabkan iklim usaha jasa konstruksi nasional akan lebih sehat. Gapensi juga terus berupaya meningkatkan keahlian dan kompetensi anggotanya melalui pelatihan.

“Peningkatan keahlian penting, karena dari 6,3 juta tenaga kerja sektor jasa konstruksi pada tahun ini 60 persennya adalah unskilled labors,” jelas soeharsojo.

Dengan skill yang mumpuni, maka pekerja bidang jasa konstruksi diharapkan mampu bersaing dengan kontraktor asing yang mulai memasuki sektor tersebut, tambahnya. (ndy)