Berita

Ribuan Produk Impor Kualitas Buruk Banjiri Indonesia

 

JAKARTA, alumniITS:
Kementerian Perdagangan mendeteksi dalam  tujuh bulan terakhir ini, ternyata ribuan produk impor berkualitas buruk membanjiri pasar Indonesia. Bahkan masuknya barang impor itu melanggar peraturan, aturan  K3L, Standar Nasional Indonesia (SNI) dan regulasi teknis lainnya.  Hal itu terjadi karena kurangnya tenaga pengawas produk impor di pelabuhan sebagai pintu masuk Indonesia.

“Sebagai contoh helm, yang diimpor dan dijual tidak lebih dari Rp50.000. Helm ini kalau tabrakan mudah pecah, dan didalamnya ada spon yang dibuka ternyata ada pakunya. Produk impor ini berkeliaran di jalanan,” papar Menteri Perdagangan Gita Wirjawan saat keynote speak  pada Temu Akbar dan Kongres alumni Teknik Elektro Institut Tehnologi Sepuluh November (ITS) di Hotel Sahid Jakarta, Sabtu (20/10)

Belum lagi, lanjut menteri, apel yang mengkilat selama 3 minggu dipinggir jalan itu karena dilapis formalin. Juga, produk-produk ICT yang kita terima. Tapi sayangnya, budaya kita budaya murah kenyang. Jika melihat produknya murah, sehingga produk ini bisa kenyang mata, kenyang perut, kenyang telinga.

“Tanpa melihat apakah sudah ada kartu garansinya, apakah sudah memenuhi SNI wajib, juga apakah sudah memenuhi ketentuan halal, apakah sudah memenuhi kedaluwarsa. Sangat banyak yang tidak dilakukan oleh konsumen kita. Nah, karena hal seperti itu bebas, dan ini harus perlu disikapi,” sarannya.

Dikatakan, Impor Handphone, PDA, dan produk elekektronik pertahun 20 miliar Dolar AS. Data resminya jauh di bawah itu, namun data tidak resmi cukup banyak. Jumlah nilai impor itu untuk memenuhi kebutuhan ICT produk. “Tapi menurut saya konsumsi
produk ICT secara keseluruhan, untuk tahun ini kurang lebih 30 miliar dolar AS,” jelasnya.

Jumlah itu, sambung menteri, dalam konsteks konsumsi domestik yang kurang lebih 500 miliar dolar AS. Jadi kurang lebih 6 persen dari konsumsi nasional. Dan kebanyakan diisi dari produk-produk luar negeri. “Ini harus ada penyikapan. Jika tidak, bablas. Masa depan akan diisi oleh anak cucu kita yang hanya bisa mengekspor batu bara, kelapa sawit, boksit, dan kita membeli BlackBerry dan produk elektronik apapun yang dibeli dan dibuat di luar negeri,” tandasnya.

Diakuinya, agak sulit untuk melawan arus ini karena kepentingan statusquo, tinggi sekali. Karena impor Indonesia tahun 2011 sebesar 180 miliar dolar AS dan total volume perdagangan 380 miliar dolar AS. Sehingga hampir setengah antara impor dan volume perdagangan kita. “Angka ini terus menggelembung karena kebutuhan domestik sangat besar sekali,” jelasnya.

Tingginya barang impor, kata dia,  belum diimbangi dengan jumlah pengawasan di lapangan yang memadai. Jika  dibandingkan dengan bea cukai dan pengawas pelabuhan di Eropa, jumlah tenaga serupa di Indonesia sangat menyedihkan. Padahal fungsi pengawasan itu sangat diperlukan untuk memeriksa apakah barang impor yang masuk ada indikasi dumping, memiliki kartu garansi, label, serta memenuhi aspek keselamatan dan keamanan lingkungan.

“Di seluruh pelabuhan Eropa, secara keseluruhan ada 600 auditor, mereka setiap hari memeriksa apakah produk impor yang masuk ke wilayah mereka. Di Indonesia kita cuma punya 10,” ucapnya.

Menyadari kondisi  itu, Kemendag mengaku secara swadaya meningkatkan SDM yang menguasai pengetahuan mengenai pengawasan produk impor. Kemendag mengklaim, saat ini tengah mendidik 100 orang menjadi auditor pelabuhan. “Kita juga kirim ke WTO dan kita undangkan pengajar, agar mereka bisa menilai apakah produk impor ada unsur dumping, pelanggaran subsidi, sudah sesuai SNI, dan apakah memenuhi persyaratan keamanan,” paparnya.  (endy)