Berita

BI Pertahankan Suku Bunga 5,75 Persen

JAKARTA, alumniITS:

Bank Indonesia (BI) tidak mengubah suku bunga acuan (BI rate) di level 5,75 persen. Tingkat suku bunga ini, tetap dipertahankan selama sembilan bulan sejak Februari 2012. Mengingat, suku bunga sebesar itu, dinilai masih konsisten dengan perkiraan tingkat inflasi 2012 sebesar 4,5 persen deviasi 1 persen.

“Jadi BI rate yang dipertahankan pada level ini, merupakan hasil keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 11 Oktober 2012,” tegas Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, di Jakarta, Kamis (11/10).

Darwin melanjutkan kebijakan BI mempertahankan BI Rate, sejalan dengan langkah sejumlah bank sentral di dunia yang
melonggarkan kebijakan moneternya. “Hari ini Bank Sentral Korea Selatan juga mengambil langkah menurunkan tingkat suku bunganya. Langkah ini telah menimbulkan sentimen positif di pasar global,” ungkapnya.

Inflasi secara global secara umum juga relatif moderat sejalan dengan harga komoditas dunia yang masih cenderung turun. Kondisi ini, mendorong otoritas di berbagai negara untuk menempuh kebijakan yang lebih longgar untuk mendorong pemulihan ekonomi. “Pasar keuangan global pun menyambutnya dengan sentimen positif, termasuk dengan meningkatnya arus modal asing ke negara-negara emerging,” papar Darwin.

Ditambahkan, yekanan inflasi saat ini cenderung menurun. Inflasi pada September 2012 tercatat 0,01 persen (bulan ke bulan) sehingga secara tahunan sebesar 4,31 persen.

Inflasi inti berada di level yang rendah 4,12 persen. Rendahnya inflasi tersebut sejalan dengan permintaan yang mereda pasca Lebaran, koreksi harga komoditas globar serta ekspektasi yang terkendali.

Nilai tukar rupiah pada September 2012 bergerak sesuai kondisi pasar dengan intensitas depresiasi yang menurun. Nilai tukar rupiah melemah sebesar 0,37 persen bulan ke bulan ke level Rp 9.570 per dolar AS atu secara rata-rata melemah 0,64 persen menjadi Rp 9.554 per dolar AS.

“Tekanan pada nilai tukar rupiah berasal dari masih tingginya permintaan valuta asing untuk keperluan impor. Intensitas tekanan terhadap rupiah menurun karena besarnya aliran masuk modal asing. Hal itu sejalan dengan sentiment positif
perekonomian global dan prospek ekonomi domestik yang kuat,” sambungnya. (ndy)