Berita

Teknologi Hyperspectral Tekan Impor Pangan

JAKARTA, alumniITS:
Kebutuhan pangan nasional terutama beras, sampai 2025 diperkirakan mencapai 58,6 juta ton atau 12,91 juta hektare ladang padi. Untuk mencapai kebutuhan pangan itu, diperlukan peranan teknologi. Dan, Teknologi hyperspectral hasil pengembangan BPPT  merupakan perangkat lunak hasil citra satelit dapat digunakan untuk memetakan produksi beras untuk skala nasional dalam rangka mencapai ketahanan pangan nasional.

“Pengembangan teknologi hyperspectral sudah mulai dikembangkan sejak tahun 2009. BPPT sudah membuat aplikasinya untuk pemetaan wilayah pertanian, estimasi produksi, maupun kerusakan lahan,” papar Direktur Pusat Teknologi Inventarisasi
Sumberdaya Alam (PTISDA), Muhamad Sadly seperti dilansir laman BPPT, Jumat (9/11/2012).

Sadly melanjutkan, teknologi ini, bukan hanya digunakan untuk memetakan potensi prediksi produksi di suatu lahan, namun juga dapat memetakan potensi padi dengan sangat rinci mulai dari tanam hingga panen, termasuk juga kerawanan akibat banjir,
kekeringan atau hama.

“Bahkan dalam jangka panjang teknologi ini dapat menekan impor pangan. Memang, saat ini teknologi hyperspectral memang baru diterapkan untuk melihat produktivitas padi,” tandasnya.

Namun, tambah Sadly, kedepannya seluruh tanaman pangan termasuk sagu dapat dipetakan melalui teknologi tersebut. Teknologi ini juga sudah diterapkan di wilayah Jawa. Rencananya setelah perangkat informasi teknologi terpenuhi akan dioperasionalkan hingga tingkat nasional seperti Sulawesi dan Kalimantan.

“Meskipun modelnya sudah siap, namun masih memerlukan beberapa penyempurnaan dalam hal sarana, prasarana dan sistem infrastruktur. Saat ini model prediksi tersebut baru diimplementasikan di Jawa Barat terutama di wilayah Karawang, Subang dan Indramayu dengan mengklarifikasi masa pertumbuhan, umur padi dan lainnya dengan objek yang lebih detail,” ungkapnya.

Kepala  Badan Litbang Departemen Pertanian, Haryono mengatakan bahwa teknologi hyperspectral remote sensing sudah mulai digunakan Kementerian Pertanian untuk berbagai hal. Terutama sebagai dasar dalam membuat kalender tanam terpadu.

Remote sensing digunakan untuk mengetahui misalnya potensi kekeringan, potensi kerusakan padi saat musim panen. “Teknologi ini dapat melihat kondisi lapangan baik itu masa tanam, masa pertumbuhan maupun masa panen termasuk kalau terjadi kerusakan karena penyakit, angin maupun banjir,” jelas Haryono.

Intinya, untuk mencapai swasembada pangan dan menciptakan ketahanan pangan nasional, memerlukan teknologi yang efektif dan efesien. “Teknologi hyperspectral remote sensing sangat diperlukan untuk mendukung ketersediaan data produksi pangan. Hyperspectral mempunyai potensi yang sangat besar dalam membantu menciptakan ketahanan pangan di Indonesia,” tegasnya.  (endy – [email protected])