Fokus

Reportase Raker: Tiga Syarat Sukses dari Cak Nuh

Gurat kelelahan masih tampak pada sebagian peserta Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pengurus Pusat Ikatan Alumni (PP IKA) ITS di Hotel Novotel, Bogor, Jawa Barat, pada Minggu (5/12) pagi. Maklum saja, malam sebelumnya mereka telah mengikuti serangkaian acara pembukaan, lalu menyimak laporan pertanggungjawaban PP IKA ITS atas program kerja tahun 2010 hingga larut.

Tapi udara yang sejuk dan hijaunya rerumputan areal Hotel Novotel rupanya mampu menyegarkan kembali pikiran dan tubuh yang lelah. Setelah menikmati pagi dan mandi, dengan wajah segar para peserta bergegas menuju restoran hotel untuk sarapan. Sambil menyantap hidangan yang disediakan, para peserta berbincang santai ditemani secangkir kopi. Obrolan hangat dan akrab pun menjadi pemandangan umum dari setiap meja yang tertata rapi.

Sementara sebagian alumni masih menyelesaikan sarapan, di ruang pertemuan tempat digelarnya rakernas sekelompok pemusik sudah mulai menghibur. Kolaborasi sederhana gitar dengan biola membuat pagi suasana yang tertutup mendung tipis lebih hidup. Apalagi, Cak Muhammad Nuh, Menteri Pendidikan Nasional yang juga Ketua Umum Senat IKA ITS berbaur bersama para peserta dan panitia, dalam suasana santai menikmati lantunan musik yang berkumandang. Tak ingin melewatkan kesempatan, peserta dan panitia mendaulat Cak Nuh untuk foto bersama.

“Ojok lali yo..upload nang facebook, Rek,” celetuk salah seorang alumni setelah ikut berfoto bersama di tengah ruang pertemuan.

Setelah beberapa kali jepretan, kerumunan bubar dan panitia meminta seluruh peserta menempati posisi. Sekjen PP IKA ITS Cak Djawahir meminta Cak Nuh memberikan pengarahan kepada para peserta. Seperti biasa, dengan gaya bicara yang santun tapi tetap santai, senyum ramah dan intonasi suara yang tertata, Cak Nuh menyapa forum dengan salam. Cak Nuh lalu mencoba menyegarkan kembali kesadaran para alumni tentang peran organisasi dan jejaring alumni.

“Intinya organisasi ini adalah paguyuban, jadi yo kudu guyub. Kalau sudah guyub Insy Allah apa yang menjadi tujuan dan keinginan organisasi, dan tentu saja keinginan anggota yang ada di dalamnya akan tercapai,” katanya disambut aplaus peserta rakernas.

Cak Nuh mengatakan, setiap orang pasti ingin sukses. Tidak ada satu orang pun yang tak ingin sukses dalam hidupnya. Dia berpendapat segala sesuatu pasti ada sebab musababnya. Orang yang disebut sukses pasti punya sebab hingga diakui sebagai orang sukses. Itu adalah hukum umum dan kita mestinya mengikuti saja hukum tersebut. Cak Nuh menunjukkan rumus berisi tiga hal yang menjadi syarat sukses. “Rumusnya segala sesuatu pasti ada sebab musababnya, maka ikuti sebab musabab itu,” ujar Cak Nuh.

Pertama, setiap kesuksesan membutuhkan modal atau investasi. Modal ini terbagi atas tiga bagian yaitu modal personal, modal lingkungan dan modal transendental. Modal personal meliputi semua hal yang berkaitan dengan kemampuan pribadi atau skill. Untuk mencapai sukses, modal dasar ini wajib dipenuhi. Modal lingkungan adalah kemampuan untuk menjalin hubungan dengan komunitasnya, di dalamnya termasuk networking dan silaturahim. Kalau sudah punya keduanya, setiap orang yang ingin sukses harus melengkapi syarat modal transendental. Modal terakhir adalah kemampuan untuk tak pernah menyerah meminta dukungan dari penguasa di luar diri manusia, berserah diri dan menerima kenyataan. “Kalau sudah punya dua modal awal, yo jangan pernah lupa dan berhenti untuk berdoa karena itu ikut menentukan,” ujar Cak Nuh.

Dalam kenyataan, banyak orang memiliki modal personal yang sangat bagus, tapi buruk dalam modal lingkungan. Ini yang menyebabkan kesuksesan seseorang terhambat, selain tentu saja faktor kekuatan transendental di luar kekuatan manusia.

Soal modal transendental ini, Cak Nuh memberikan contoh tentang seorang peminta-minta yang mengucapkan terima kasih dengan mendoakan yang memberi. Tentu saja contoh ini dikemas dalam guyon. Bukan Cak Nuh kalau tak bisa menyegarkan suasana dengan joke segar. “Setelah kita beri biasanya dia akan berdoa semoga kita diberi tambahan rezeki. Lek wes ngono yo gak usah sampeyan seneni. La lapo kok katik ndongakno barang, dongakno ae awakmu dewe…wong awakmu yo gak jelas ngono lo…” ujar Cak Nuh disambut tawa para hadirin. “Jangan begitu. Sebab kita tak pernah tahu doa siapa yang bakal diterima Tuhan. Kadang doa dari orang yang kita anggap hina, malah didengar Tuhan,” kata Cak Nuh.

Masih dalam suasana pagi yang segar, Cak Nuh kembali mengingatkan bahwa organisasi IKA ITS ini adalah wadah dari sekian banyak titik-titik perbedaan. IKA ITS harus bisa membangun ruang persamaan, kendati ada ruang perbedaan. Anggap saja perbedaan sebagai wilayah privat yang harus dihormati. Memasukkan titik persamaan dalam ruang yang berbeda memang tak mudah. Inilah yang menjadi tantangan bagi IKA ITS dan alumni lain. “Sangat penting bagi kita untuk belajar membesarkan jiwa,” kata mantan Menteri Komunikasi dan Informasi ini.

Di mata Cak Nuh, IKA ITS bisa berperan sebagai katalisator, yang dalam ilmu kimia didefinisikan sebagai zat yang mempercepat suatu reaksi, namun dia tidak ikut larut dalam reaksi. Sebagai katalisator, posisi IKA ITS tentunya netral. Dia hanya hanya menghantarkan dan menyambungkan titik-titik yang beda supaya sejalan. “Jadi IKA ITS itu adalah katalisator. Semoga dalam ilmu kimia pengertiannya masih tetap,” ujar Cak Nuh sembari menengok Ning Rukmi, Direktur SDM Pertamina di depannya, kembali disambut tawa peserta rakernas.

Hal kedua yang harus diperhatikan bila ingin sukses, kata Cak Nuh, adalah lebih bisa bersyukur dengan segala keterbatasan yang ada. Bicara tentang ITS, menurut Cak Nuh apa yang diraih ITS dan alumninya hingga hari ini adalah sesuatu yang patut disyukuri bersama. “Dari standing political, posisi ITS sudah cukup bagus. Saya sering berkomunikasi dengan Presiden mengenai ITS. Dan Alhamdulilah beliau memberikan apresiasi dan berharap ITS bisa berkembang lebih bagus,” kata Nuh.

Itu sebabnya, pada 14 Desember 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan siap hadir memberikan kuliah umum dalam rangka Dies Natalis Ke-50 ITS. “Presiden kan sudah dua kali ke Unair. Saya lalu sampaikan kepada presiden bahwa di sebelah Unair itu ada perguruan tinggi negeri. Beliau pun mengatakan, Pak Nuh saya memberi pidato, Insy Allah pidato saya bermutu,” terang Cak Nuh tentang rencana kedatangan Presiden RI ke kampus ITS.

Satu hal lagi yang ingin ditekankan Cak Nuh adalah supaya senantiasa membantu saudara-saudara sesama alumni yang membutuhkan. Seseorang tidak bisa disebut sukses bila ternyata masih ada sauadara-saudara dan keluarganya yang kesusahan. “Misal ada rekan alumni yang meninggal, istrinya sendiri tidak bekerja. Ini harus dipikirkan bagaimana dia bisa menafkahi keluarga setelah ditinggal suaminya. Kalau IKA ITS bisa mempererat ikatan, ini akan menjadi hal yang mulia dan IKA ITS harus memiliki ikatan sosial yang lebih kuat lagi,” tandas Cak Nuh.

Sebelum meninggalkan ruangan untuk menghadiri Kongres Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) tak jauh dari Hotel Novotel, Cak Nuh secara simbolis menerima penyerahan kartu kredit alumni ITS dari BNI 1946.

Setelah Cak Nuh meninggalkan tempat pengarahan dilanjutkan Ketua Umum PP IKA ITS Cak Dwi Soetjipto. Kepada para peserta, Cak Dwi menyatakan ingin merangkum apa yang sudah dilakukan IKA ITS selama tiga tahun terakhir dengan sesuatu yang lebih konkret. “Saya ingin ada pengelolaan organisasi yang baik di dalam IKA ITS. Yang saya istilahkan Good Organization Governance (GOG),” ujar Cak Dwi.

GOG, kata Cak Dwi, ditopang empat pilar utama, yaitu sistem dan organisasi, pendanaan dan infrastruktur, kegiatan bagi alumni, dan kegiatan bagi masyarakat. Di dalam pilar sistem organisasi di dalamnya didukung Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, Pengurus Komisariat, serta lembaga-lembaga pendukung. “Apa yang tadi disampaikan Pak Nuh sudah masuk dalam bangunan yang saya gambarkan di sini,” kata Cak Dwi seraya mengakhiri pengarahan.

Berikutnya sebelum program kerja dipaparkan masing-masing bidang, digelar diskusi panel. Empat narasumber mengemukakan ide dan pendapat mengenai bagaimana menumbuhkan dan memperkuat jejaring alumni ITS, tema diskusi pagi itu. Keempat narasumber adalah Dr Ir Irnanda Laksanawan, M Eng Sc (deputi Meneg BUMN Bidang Usaha Industri Strategis dan Manufaktur), Ir Muhammad Najib (anggota Komisi II DPR RI), Ir Suwarno Putro Raharjo (staf ahli Bidang Sosial Politik Kementrian Dalam Negeri), Ir Rukmi Hadihartini (Direktur SDM PT Pertamina).

Dipandu Cak Ir Gunawan Adji, MT selaku moderator, diskusi berlangsung hangat. Diawali Cak Irnanda yang menyebutkan potensi besar alumni ITS sejauh ini belum bisa dioptimalkan, hingga memberi manfaat bagi pencitraan kampus secara umum. Dengan sindiran-sindiran yang dikemas dalam guyonan Suroboyoan, Cak Irnanda mencoba membuka mata bahwa alumni ITS belum sepenuhnya kompak.

“Kalau menterinya dari ITS korupsi, pantas digebuki. Malah ayo diturunkan bareng-bareng. Tapi ini kan nggak. Wis profesor, doktor termuda, rektor termuda, pinter, lho ngono kok yo diserang ae…aku gak terimo sakjane,” ujar Cak Irnanda.

Usai Cak Irnanda, giliran Ning Rukmi yang memberikan pandangan. Dia menekankan pentingnya mempererat hubungan antar alumni yang kini telah mencapai posisi-posisi strategis, baik di jajaran pemerintahan atau swasta. “Saya ini didaulat jadi Ketua Forum Eksekutif. Awalnya memang ada pertemuan intens, tapi belakangan memang kendur. Ke depan ini memang harus lebih digalakan lagi. Tapi juga harus diikuti pendataan yang update,” kata Ning Rukmi.

Cak Najib yang mendapat giliran ketiga mengatakan bahwa semangat alumni ITS sebenarnya sangat luar biasa. Semangat bonek alumni ITS adalah potensi yang sangat besar. Persoalannya tinggal bagaimana bisa mengubah energi potensial itu menjadi energi kinetis, agar lebih bisa membawa manfaat langsung bagi masyarakat dan tentu saja ITS sendiri.

“Sebagai orang partai, saya bicara lebih pragmatis sehingga apa yang disampaikan Pak Nuh di depan tadi bisa dimengerti lebih konkret. Jadi begini, sukses suatu kampus biasanya diukur dari berapa banyak alumni mereka yang menjabat pada posisi-posisi strategis. Posisi dirjen, menteri dan sebagainya adalah posisi politis yang juga harus diraih dengan kerja-kerja politis. Inilah peran jejaring itu sesungguhnya diperlukan. Kita sedikit membangun jejaring dalam konteks almamater. Menteri itu energi potensial…sekarang bagaimana menggabungkan gerbong-gerbong yang lain,” kata Cak Najib.

Pada giliran terakhir, Cak Suwarno memiliki pandangan bahwa sebaiknya alumni ITS memang tidak berpikir hanya membuat jaringan sesama ITS. Sebaiknya alumni ITS harus membangun jaringan di mana-mana. “Tapi pemimpinnya harus dari ITS. Saat ini pemilihan kepala daerah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi, termasuk ikut mencalonkan. Saya yakin kalau ada alumni ITS yang mencalonkan diri, wis mesti wonge pinter dan patut diperhitungkan,” kata Cak Suwarno.

Berikutnya, diskusi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Para peserta sangat antusias mengajukan pertanyaan dan memberi masukan tentang bagaimana sebaiknya hubungan antar alumni ITS bisa dipererat. (muhibudin)