Berita

Diusulkan Bebas PPnBM bagi Green Car


JAKARTA, alumniITS – Pemerintah mengusulkan membebaskan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kepada kendaraan roda empat ramah lingkungan (Green Car). Kendaraan Green Car atau mobil listrik ini diberikan insentif oleh pemerintah agar dapat dijangkau oleh masyarakat Indonesia.

“Pemerintah perlu memberikan insentif perpajakan guna mendorong peningkatan produksi kendaraan bermotor hemat energi dan harga terjangkau,” kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi XI DPR di Komplek Senayan Jakarta, kemarin.

Usulan itu, lanjut dia, bertujuan meningkatkan jumlah produksi kendaraan hemat energi dan ramah lingkungan. Juga penggunaan kendaraan hemat energi juga sejalan dengan tuntutan global dan semakin tumbuhnya industri komponen dalam negeri. Hal ini tak terlepas dari besarnya celah pasar mobil yang belum dikembangkan dan diisi oleh industri dalam negeri. “Ada 300 ribu sampai 400 ribu unit merupakan segmen pasar masyarakat berpenghasilan Rp4 juta-Rp8 juta,” ucap Agus.

Untuk mendukung program mobil hemat energi dan harga terjangkau (LGCC), maka pemerintah mengusulkan pengurangan 100 persen dasar pengenaan pajak PPnBM untuk kendaraan selain sedan dengan kapasitas 1.200 cc dan 1.500 cc (diesel) serta
konsumsi bahan bakar non-subsidi paling sedikit 20km/liter. Tarif yang berlaku saat ini, kata Agus, sebesar 10 persen.

PPnBM untuk kendaraan hybrid atau kendaraan dengan konsumsi bahan bakar lebih dari 28km/liter akan dilakukan pengurangan persen dasar pajak sebesar 50 persen. Tarif yang berlaku saat ini untuk kendaraan hybrid berkisar antara 20 persen hingga 75 persen.

Selain itu, sambung Agus, kendaraan dengan konsumsi bahan bakar 20-20km/liter juga akan diberikan pengurangan PPnBM sebesar 25 persen. “Pengurangan 25 persen untuk kendaraan dengan konsumsi bahan bakar 20-28 km/liter,” jelas Agus.

Ketua Komisi XI DPR Emir Moeis mengusulkan agar pemerintah tidak menggunakan merek Jepang pada mobil ramah lingkungan yang akan dikembangkan di dalam negeri ini. “Pemerintah bisa melanjutkan proyek mobil nasional yang mengusung merek Timor,” kata Emir Moeis dalam RDPU.

DPR juga mengapresiasi rencana pemerintah yang berupaya mendorong peningkatan produksi mobil hemat energi berharga terjangkau. Tetapi Emir menegaskan, akan sangat disayangkan jika mobil listrik yang mengusung tema hemat energi tetap
menggunakan merek-merek mobil impor yang masuk ke dalam negeri.

Emir menegaskan, jika pemerintah merasa berat untuk meneruskan proyek mobil nasional Timor karena terbentur oleh investasi awal yang besar, ia menyarankan agar pemerintah memproduksi mobil hemat energi dengan merek lain yang tidak menggunakan nama-nama mobil tersebut. “Tetapi paling tidak hilangkan nama-nama itu (merek luar negeri),” imbuhnya.

Sejauh ini, lanjut Emir, produsen mobil dari Jepang mengalami kekhawatiran yang besar jika pemerintah memproduksi mobil dalam negeri. Hal tersebut sempat dialami pada saat Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo memperkenalkan  memproduksi mobil nasional.

“Saya mengalami sendiri, kira-kira satu atau dua tahun lalu, waktu Pak Jokowi (Joko Widodo, Gubernur DKI) memproklamirkan mobil nasional. Produsen mobil dari Jepang itu kebakaran jenggot,” pungkasnya.  ([email protected])