Fokus

Wakil Presiden Harap Alumni ITS Tetap Jadi Patriot Bangsa

Jakarta — Wakil Presiden Boediono menyatakan rasa bangganya bisa mewakili Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membuka Kongres Ikatan Alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (IKA ITS) 2011. “Saya bahagia mendapat tugas karena ITS adalah institut perjuangan, yang dibangun mulai dari nol,” ujarnya ketika memberikan sambutan pembukaan di Istana Wapres, pada Kamis (6/10).

Menurut Boediono, ITS selalu terkait dengan Hari Pahlawan 10 November 1945, sehingga nama ITS selalu berkaitan dengan patriotisme. Bagi Boediono, patriotisme punya arti lebih mendalam ketimbang nasionalisme, yang lebih bersifat politis. “Sedangkan patriotisme, kecintaan terhadap Tanah Air lebih dari hati,” tuturnya. Karena itu, ketika membuka Kongres IKA ITS 2011,”saya merasa bertatap muka dengan para patriot,” kata Wapres yang disambut tepuk tangan lebih dari 250 orang alumni ITS yang hadir dalam pembukaan tersebut.  Wapres berharap alumni ITS terus mempertahankan kepatriotan itu.

 

Boediono memberikan sambutan tanpa teks. “Draf pidato tak saya baca, saya off hand saja, biar sambung rasa dengan alumni ITS tercapai,” tuturnya.

 

Pada kesempatan itu, Wapres banyak berbicara tentang pentingnya kecepatan mengambil keputusan ketika terjadi krisis ekonomi. Menurut dia, krisis Zona Euro yang terjadi saat ini, lebih karena kegamangan memadamkan “bara” krisis ketika masih kecil. “Saat itu sejumlah negara Eropa, khususnya Yunani, tak bisa menutup defisit anggaran negaranya,” ujarnya. Bara itu dibiarkan hingga kini membesar.

 

Boediono mengingatkan bahwa di era globalisasi, Indonesia pasti terkena dampak krisis global. Dia lantas mencontohkan krisis yang menghantam Indonesia pada 1998 dan 2008. Untuk kondisi saat ini, Boediono yakin Indonesia lebih kuat menghadapi krisis. Hal ini salah satunya adalah cadangan devisa Indonesia yang besar, yakni US$120 miliar. Jumlah ini enam kali cadangan devisa Indonesia pada 1998.

 

“Modal kita kuat, tinggal semua bisa bergerak senada dalam sebuah kapal sebagai satu tim,” tutur Boediono. Dia mengingatkan bahwa krisis global itu seperti bencana alam, yang datangnya tidak bisa diduga. Jika untuk menghadapi bencana alam perlu “sedia payung sebelum hujan, demikian pula dengan krisis ekonomi. “Dalam globalisasi, pasti ada bencana. Entah kapan. Besar atau kecil. Kita harus mengandalkan kemampuan sendiri dalam mengatasi krisis, kendati ada kerja sama dengan negara lain,” ucap Boediono.

 

Sebelumnya, ketika memberikan laporan, Ketua Umum Pengurus Pusat IKA ITS Dwi Sutjipto berterima kasih atas kesediaan Wapres membuka kongres. “Masih segar dalam ingatan tentang himbauan Bapak Wapres agar alumni ITS lebih berkontribusi kepada bangsa, ketika membuka IKA ITS Business Summit tahun lalu,” tuturnya.


Menurut Dwi Sutjipto, IKA ITS telah berusia 41 tahun. Hingga saat ini ada sekitar 70 ribu alumni ITS. “Kami menghimpun diri bukan berarti eksklusif. Kami ingin berkonsolidasi melalui sebuah ikatan agar bisa lebih memberikan manfaat bagi bangsa. Karena itu, kami juga bekerja sama dengan ikatan alumni perguruan tinggi lainnya,” tuturnya.

 

Menurut Dwi, alumni ITS berdasarkan kompetensinya dapat berkontribusi pada empat dari delapan MDGS, yakni mengentaskan kemiskinan, pemerataan pendidikan, pelestarian lingkungan hidup, serta kemitraan global. Untuk pengentasan kemiskinan, IKA ITS bergerak membantu pengucuran kredit mikro kepada para petani dan pedagang melalui pembentukan BMT Tenov. Untuk pemerataan pendidikan, IKA ITS membentuk Yayasan Tunas Unggul Bangsa untuk memberikan beasiswa bagi siswa dan mahasiswa miskin. Untuk pelestarian lingkungan, IKA ITS turut serta dalam penghijauan kali mas dan kali jagir. Adapun untuk kemitraan global, IKA ITS membuat kegiatan mentoring bisnis, pelatihan kepemimpinan dalam bisnis dengan nama Prolead.

 

Dwi juga mengungkapkan bahwa kongres kali ini berbeda dengan kongres sebelumnya. “Kali ini kami menggabungnya dengan FGD, sehingga bukan hanya kegiatan internal, tapi juga eksternal,” ucapnya.


Rektor ITS Triyogi Yuwono juga memberikan sambutan dalam pembukaan ini.  Triyogi banyak bercerita tentang sejarah ITS. Bagaimana dosen ITS dulunya adalah para insinyur di seputaran Surabaya yang nyambi jadi dosen. “Sehingga banyak mahasiswanya yang kabur saat itu,” tuturnya. Kini, mahasiswa ITS telah mencapai 17 ribu. Sebanyak 20 persen diantaranya adalah mahasiswa berbeasiswa baik dari program Bidik Misi Kemdiknas, BUMN, maupun swasta. Total beasiswa mencapai Rp14 miliar.

 

Karena Triyogi berkata kepada para alumni yang hadir,”Atas nama ITS kami memberikan pengharaan kepada seluruh alumni ITS. Ga ono koen ga ono ITS cak.”
Rektor ITS juga menyebut sederet prestasi mahasiswa ITS seperti juara mobil irit se-Asia, juara tiga mobil berbahan bakar kimia di Jerman, serta kepergian paduan suara mahasiswa ITS untuk berkompetisi di Italia setelah menjadi juara pertama di Korea Selatan.  (Thonthowi Dj)