Berita

Indonesia Bersiap Masuki Dunia Cyber


DENPASAR, alumniITS – Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) menargetkan sekitar 50 persen penduduk Indonesia memanfaatkan dunia maya dalam pelbagai aktivitas di tahun 2014. Keyakinan Kominfo dilandasi keyakinan bahwa memanfaatkan dunia maya ternyata memberikan nilai tambah masyarakat.

Terutama nilai tambah bagi masyarakat yang menjalankan bisnis, terutama Usaha Kecil Menengah (UKM). Pangsa pasar bisnis di dunia nyata hanya terbatas pada wilayah tertentu saja. Namun, dengan masuknya UKM ini ke dunia maya, pangsa pasarnya bisa tak lagi terbatas.

“Dengan begini, untungnya tambah gede, bisnisnya jadi tambah gede di real space ” tutur Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Ashwin Sasongko di Denpasar, seperti dilansir hukumonline.

Kendati demikian, Ashwin menyadari untuk memasuki dunia maya, maka harus lebih dulu aman. Dia berpendapat, keamanan itu tak cukup hanya mengandalkan UU No.11 Tahun 2008tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Terkait pengamanan data, Kominfo memilih dengan cara pendekatan regulasi, pendekatan institusional, dan sosialiasi. Terhadap pendekatan regulasi, menurutnya, UU ITE tersebut merupakan landasandasar bagi hukum cyber (dunia maya-red) di indonesia. Ashwin menilai UU ITE harus dilengkapi aturan khusus yang mengatur perlindungan data.

UU ITE hanya mengatur bagaimana data tersebut tidak di bajak. Akan tetapi, UU ITE tidak mengatur data apa saja yang harus dirahasiakan.

Sedangkan pendekatan institusional, Kominfo sudah membentuk beberapa perangkat untuk mengecek serangan-serangan pencurian data. Tugas itu dibebankan pada Direktorat Keamanan Informasi yang dibentuk 2010. Kendati demikian, untuk pengamanan data tetap diperlukan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. Masyarakat menurutnya harus menyadari keamanan datanya sendiri.

“Caranya adalah menggunakan software pengaman. Gunakan itu satpamnya cyber. Kadang-kadang masyarakattidak peduli dengan pengamanan,” ucapnya.

Selain mengajak masyarakat terjun ke duniacyber, target lain Kominfo adalah meminta setiap sektor pemerintahan. Baik di sektor kesehatan maupun perdagangan mengembangkan aturan-aturan untuk beraktifitas di dunia cyber.

“Dengan adanya UU ITE dan PP No.82 Tahun 2012 ini, masing-masing sektor harus mulai memikirkan cyber law-nya jika ingin masuk ke cyber space,” pungkasnya.

Dalam acara sama Guru Besar Hukum Telekomunikasi dari Universitas Malaysia Abu Bakar Munir mengatakan jika Indonesia ingin terjun ke dunia cyber, Indonesia harus memperhatikan hal-hal yang menjadi kebutuhan bangsa. “Harus dicari tahu dulu apa yang paling dibutuhkan Indonesia dalam menghadapi dunia cyber,” tuturnya.

Karena, setiap negara memiliki karakteristik kebutuhan yang berbeda. Namun, Abu Bakar melihat hal yang paling dibutuhkan Indonesia adalah pembuatan regulasi mengenai proteksi data. Pasalnya, Indonesia telah memiliki program besar berupa Kartu Tanda Penduduk eletkronik. Dalam e-KTP ini, data pribadi masyarakat tersimpan dalam sebuah database. Hal ini sangat rentan dari pembobolan data jika tidak ada suatu regulasi khusus yang mengatur perlindungan data. “Saya pikir, data protection adalah hal yang paling penting buat Indonesia sekarang ini,” jawabnya.

Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS Mardani Ali Sera mengatakan cyber law di Indonesia memang belum memadai. Karena, perkembangan transaksi elektronik itu sifatnya kuantum bukan linier. Kendati demikian, DPR belum memiliki rencana membuat regulasi baru terkait cyber law di Indonesia.

DPR saat ini memprioritaskan UU Penyiaran. Karena, UU Penyiaran sudah terlalu lama ditunda pembahasannya di DPR. Lebih lagi, saat ini perkembangan dunia penyiaran sangat pesat karena digitalisasi. Sedangkan UU Penyiaran dinilai Mardani Ali sudah sangat tua. “Kita menganggap ITE masih bisa ditahan hingga satu tahun ke depan, yakni hingga 2014,” katanya. ([email protected])