Berita

Agoes Widjanarko “Jadi Pegawai Negeri Mau Kaya, Itu Keblasuk”

Terus terang menteri itu jabatan politik bukan jabatan karier. Jadi saya tidak tahu soal itu, kecuali kalau saya berkarier di bidang politik.
Dia adalah alumni Teknik Sipil ITS angkatan 1974 (S-17). Sebelum lulus (diwisuda pada Maret 1979), Ir. Agoes Widjanarko, MIP sudah mulai bekerja di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Jawa Timur. Tak berselang, Cak Agoes hengkang ke Jakarta, masuk Bagian Perencanaan Departemen Pekerjaan Umum. Untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensi untuk menunjang kariernya, lelaki kelahiran Jombang 1954 ini melanjutkan pendidikan S-2 bidang Perencanaan Pembangunan Nasional pada tahun 1980 di Universitas Indonesia.

Kerja keras dan ketekunan mengantarkan Cak Agoes memperoleh predikat sebagai Pegawai Teladan Departemen PU, dan berkesempatan belajar mengambil S-2 bidang Infrastruktur Planning ke Universitas Stuttgart, Jerman pada 1985. Pulang dari Jerman pada 1987, setahun kemudian Cak Agoes ditunjuk sebagai Kepala Subdirektorat  Penyusunan dan Pengendalian Program Direktorat Cipta Karya Departemen PU. Cak Agoes sempat berpindah sebagai Kepala Dinas PU Provinsi Jambi.

Dengan kerja keras dan ketekunan, pada 2005 dia diangkat menjadi Direktur Jenderal Cipta Karya, Departemen PU. Dan, sejak awal 2008 lalu, bapak tiga anak ini dipercaya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Departemen PU.

Seusai berbuka puasa, Jumat (4/9) lalu, majalah It’s ITS berkesempatan melakukan wawancara dengan Cak Agoes di Kantor Departemen Pekerjaan Umum (DPU), Jalan Pattimura 20, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.  Cak Agoes kemudian banyak bercerita bagaimana menjalankan tugasnya hingga mencapai kariernya saat ini. Berikut petikannya.

Apa yang Anda rasakan selama berkarier di birokrasi?
Perasaan saya sebenarnya biasa saja. Saya bersyukur bisa diberi kepercayaan sampai sejauh ini di jajaran pemerintahan. Bagi saya ini adalah amanah yang mesti saya emban dengan sebaik-baiknya. Yang penting bagi kita semua adalah bekerja haruslah memiliki tujuan yang jelas, untuk apa, dan untuk siapa kita bekerja. Karena saya bekerja di pemerintahan, tujuannya pasti jelas untuk kemaslahatan bangsa dan negara. Karena itu, jangan berharap kaya kalau bekerja di pemerintahan.

Tapi anggapan umum justru sebaliknya. Kenapa?
Lho kalau saya pengertiannya seperti itu. Jangan berharap bisa kaya kalau menjadi pejabat. Saya tidak tahu kenapa ada anggapan umum yang berlawanan.

Anggapan tersebut salah?
Menjadi pegawai negeri itu sekali lagi bekerja untuk masyarakat dan negara. Maka sebenarnya yang dikejar dalam tanda kutip adalah karier. Kalau jadi pegawai negeri maunya menjadi kaya, itu namanya sudah keblasuk duluan.

Maksudnya?
Ya, dalam bekerja mereka tidak akan ikhlas. Selalu akan melakukan rekayasa agar bisa menjadi kaya. Akibatnya bekerja tidak lagi fokus pada tujuan semula. Padahal, dalam bekerja kita mesti istiqomah, jujur, dan setia dengan tujuan.

Selama bekerja, apa tantangan atau kendala paling berat?
Bagi saya tidak ada kecuali mengatasi diri saya sendiri. Iya kan? Kita tak bisa bekerja optimal, tak bisa sukses dalam karier bila tak bisa mengendalikan diri sendiri. Misalnya, kalau kita marah dengan anak buah, itu kan boleh asal bisa dikendalikan. Tapi kalau terus-terusan dimarahi mereka juga semakin tidak produktif.
Padahal, anak buah harus dimotivasi agar mampu bekerja dengan baik. Itulah yang tersulit, bagaimana mengendalikan diri agar tetap bisa memotivasi orang lain. Hal-hal lain yang bersifat teknis operasional dan manajemen, saya kira bisa dipelajari.

Kesulitan-kesulitan itu relatif teratasi?
Itu otomatis. Kembali lagi bahwa kalau orientasi kita adalah tugas sebagai amanah, kita akan bisa mengatasi semua kesulitan. Amanah tidak bergantung pada nasib. Kalau amanah dan nasib kita gantungkan pada selembar SK bisa repot perjalanan hidup kita.

Obsesi Anda dalam berkarier?
Saya ingin Departemen Pekerjaan Umum (DPU) menjadi departemen unggulan yang seluruh staf dan pejabatnya bekerja secara efektif, dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, sehingga hasil kerjanya bisa benar-benar dirasakan masyarakat. Selama belum bisa mengoptimalkan pekerjaan infrastruktur dengan baik, kita belum puas. Selain itu, sistem penyelenggaraan pembangunan juga harus ditingkatkan. Kami di Departemen PU memiliki moto bekerja keras, bergerak cepat, bertindak tepat.

Itu bukan sekadar moto kan?
Ya memang seperti itulah kami bekerja. Silakan saja dilihat, kalau ada tanah longsor atau musibah bencana alam yang lain di mana saja, pasti ada orang PU di situ yang pertama kali bekerja. Sebelum yang lain datang, orang PU sudah ada di sana. Ya kan? Tapi meskipun bergerak cepat, tindakan yang diambil tak boleh serampangan. Artinya, setiap langkah harus dipertimbangkan dan dipikirkan dengan matang.

Banyak proyek infrastruktur terhambat pembebasan lahan. Bagaimana mengatasinya?
Begini, pembebasan lahan infrastruktur itu menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, kecuali pada proyek-proyek tertentu. Kami yang di pusat, meskipun ada dananya tidak bisa melakukan pembebasan lahan sendiri, karena itu merupakan tugas pemerintah daerah. Makanya, kalau pemerintah daerah tidak mendukung proyek dengan pembebasan lahan yang sebaik-baiknya, kami memang sangat susah. Bisa dipastikan proyek akan molor tidak bias selesai tepat waktu.

Semua pembebasan lahan jadi tanggung jawab daerah?
Memang tidak semua. Ada pekerjaan-pekerjaan skala nasional yang pembebasan lahannya dibebankan kepada pemerintah pusat, misalnya proyek Bendungan Jatigede di Sumedang, Jawa Barat. Itu semua dananya baik pengerjaan fisik, atau pembebasan lahan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, meskipun secara operasional pelaksanaan pembebasan tanahnya oleh pemerintah daerah setempat. Tapi, ada juga proyek-proyek nasional yang pembebasan lahannya tetap dibebankan kepada pemerintah daerah, seperti Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu).

Banyak pemerintah daerah yang tidak mendukung?

Alhamdulillah, sebagian besar pemerintah daerah bisa melakukan tugas dengan baik. Sebab, mereka pun sadar bahwa daerah juga bisa mengambil manfaat dan diuntungkan dari sisi ekonomis, dan sosial dengan hadirnya pembangunan infrastruktur seperti jalan dan sebagainya. Tapi, memang ada juga pemerintah daerah yang sangat susah diajak bekerja sama. Padahal, proyek-proyek infrastruktur-PU tersebut bukan hanya untuk kepentingan pemerintah pusat, tapi juga daerah itu sendiri.

Kalau sudah seperti itu, biasanya apa yang Anda lakukan?

Departemen PU tetap mencoba melakukan pendekatan-pendekatan untuk membuka komunikasi, termasuk dengan masyarakat terkait, agar mereka paham betul apa yang sebenarnya ingin dicapai, dari satu proyek pembangunan infrastruktur-PU.

Semasa kecil Cak Agoes bercita-cita menjadi seorang tentara, mengikuti jejak sang ayah yang menjadi gerilyawan semasa perang kemerdekaan. Namun keinginannya itu justru ditentang ayahnya karena ingin melihat anaknya menjadi dokter atau insinyur. Cak Agoes yang juga emoh pindah-pindah rumah, pun akhirnya mengurungkan niat menjadi tentara. Dia masuk Teknik Sipil ITS.
 
Di jajaran pemerintahan PU, Cak Agoes sangat dikenal banyak menelurkan ide-ide cerdas tentang berbagai hal. Salah satunya adalah soal pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan infrastruktur permukiman bagi kawasan kumuh perkotaan dan perdesaan. Program tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar atas infrastruktur-PU (air bersih, sanitasi, jalan lingkungan, irigasi desa dll) bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan pola pemberdayaan masyarakat.

Dana bantuan disalurkan langsung kepada kelompok masyarakat setempat, dengan difasiltasi aparat PU mengenai cara mulai membuat rencana desain dan RAB sampai dengan pelaksanaan pembangunan, dan pengelolaannya. Selanjutnya,  kelompok masyarakat tersebut melaksanakan sendiri seluruh program pembangunan infrastruktur-PU di daerahnya. Sejak 2007, dua program tersebut menjadi salah satu andalan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM-Mandiri) di perkotaan dan perdesaan.

Bagaimana pelaksanaan PNPM Mandiri Infrastruktur Pedesaan?
Jadi PNPM Mandiri itu intinya ada dua bidang. Pertama untuk masyarakat perkotaan (P2KP), dan kedua adalah Infrastruktur perdesaan PPIP. Dua program itu dilaksanakan melalui pemberdayaan masyarakat. Mereka didorong membentuk kelompok-kelompok. Pemerintah akan menyalurkan dana pemberdayaan melalui kelompok-kelompok ini, artinya langsung kepada masyarakat tanpa pihak ketiga dan sebagainya.  Setiap desa memperoleh dana bantuan Rp250-350 juta. Karena sifatnya pemberdayaan, pemerintah tetap turut melakukan pendampingan melalui fasilitator mulai perencanaan hingga pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan.

(Edisi lengkap silahkan baca Majalah IT’s Edisi ke tiga)

Muhibudin Kamali