Berita

Perbankan Masih Minati Kredit Pertambangan Non-Migas

JAKARTA, alumniITS:

Permintaan atas kredit valuta asing (valas) terutama dari sektor pertambangan melemah, akibat dampak menurunnya harga komoditas global. Namun, pihak industri perbankan mengaku tidak lantas menyerah pada sektor tersebut.

Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI), Gatot Mudiantoro Suwondo, menegaskan komitmen pihaknya untuk membiayai sektor pertambangan non minyak dan gas (non-migas). Pasalnya, sektor tersebut merupakan salah satu dari delapan sektor unggulan yang menjadi fokus penyaluran kredit BNI.

“Kami berkomitmen untuk terus mendukung industri pertambangan, baik dari sisi pembiayaan maupun fasilitas transaksi perbankan lainnya. Sektor pertambangan itu termasuk sektor unggulan, yang akan berkembang dalam lima tahun ke depan untuk fokus bisnis BNI,” kata Gatot dalam acara Perhimpunan Ahli tambang Indonesia di Jakarta, Senin (15/10).

Dia menjelaskan, komitmen tersebut juga sejalan dengan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang disusun pemerintah. Dalam program tersebut, pertambangan non migas berupa batubara, nikel, tembaga, dan bauksit, merupakan bagian dari 22 kegiatan ekonomi utama.

Dari enam koridor ekonomi pada MP3EI, pemerintah juga telah mengidentifikasi empat koridor, yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua-Maluku, untuk pengembangan sektor pertambangan dan energi.

“Kontribusi pertambangan non migas terhadap perekonomian Indonesia juga terus meningkat, dari 6 persen pada 2009 menajdi 6,8 persen pada 2011. Itu terutama dipicu oleh pertumbuhan sektor batubara,” papar Gatot seperti diunduh beritasatu.com

Di sisi lain, dia mengakui sejumlah bank mempertimbangkan sejumlah faktor risiko kritis (critical risk factor) saat menilai kelayakan kredit. Faktor-faktor tersebut yaitu ketersediaan dan keekonomisan deposit tambang, stripping ratio yang memadai, serta ketersediaan atau jaminan adanya pembeli atau pemasok jasa penambangan.

“Selain itu, ada risiko ketersediaan infrastruktur atau fasilitas tambang yang memadai, sehingga dapat dilakukan efisiensi biaya secara optimal. Kami selalu memperhatikan prinsip kehati-hatian yang harus digunakan,” tegasnya.

Hingga semester I-2012, BNI telah menyalurkan kredit pertambangan menjadi sebesar Rp2,12 triliun atau bertumbuh 42 persen (year to date) dari posisi akhir 2011 sebesar Rp1,74 triliun. Secara umum, kredit pertambangan BNI masih didominasi oleh pertambangan di sektor migas. Sedangkan selama 2011, kredit BNI di pertambangan migas dan non migas bertumbuh sebesar 68 persen menjadi Rp11,9 triliun.

Chief Economist PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Destry Damayanti mengatakan, Bank Mandiri telah membukukan pertumbuhan kredit valas ke batubara sebesar 43 persen pada 2011. Namun, belakangan perseroan menyetop kredit valas ke perusahaan batubara, kecuali untuk keperluan operasional perusahaan tersebut.

“Namun, menariknya, ekspor batubara nasional hingga kuartal II-2012 masih bertumbuh 14 persen. Walaupun harga komoditas menurun dan permintaan global melemah, tapi batubara ini menjadi komoditas dasar yang dibutuhkan oleh Tiongkok, India, dan Korea Selatan,” jelas Destry.

Secara umum, dia melihat prospeknya masih sulit untuk ekspor, kendati untuk penyaluran ke ekonomi domestik memiliki potensi yang sangat besar. Pasalnya, pemerintah memiliki program energi 10 ribu megawatt untuk mendukung MP3EI. Jika bisa dijalankan minimal 4 ribu megawatt saja, dibutuhkan beberapa juta ton batubara.

“Jadi memang harus ada peralihan strategi nasional untuk batubara. Yang tadinya 80 persen untuk ekspor, bisa untuk domestik. Sebab, PLN itu selalu membeli di harga internasional,” ungkapnya.

Direktur Finance and Strategy Bank Mandiri, Pahala Nugraha Mansury mengatakan, sebenarnya sektor pertambangan hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda kesulitan atau penundaan pembayaran. Sehingga, perseroan masih mencatat kualitas kredit yang baik ke sektor tersebut.

Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), Ahmad Baiquni mengatakan, pihaknya juga menyalurkan kredit untuk pertambangan dan komoditas, meskipun lebih kepada subkontraktor, supplier, maupun vendor. Secara umum, melemahnya ekspor membuat perseroan juga sedikit terkena dampak.

Bank Indonesia (BI) mencatat, total penyaluran kredit bank umum kepada sektor pertambangan dan penggalian mencapai Rp89,09 triliun hingga Agustus 2012 atau bertumbuh 18,27 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp75,33 triliun. Tidak hanya segmen korporasi, bank umum juga menyalurkan kredit pertambangan dan penggalian ke segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang bertumbuh 37,76 persen dari Rp3,61 triliun menjadi Rp5,02 triliun. (ndy)