Agus Rahardjo lahir di Magetan pada 1 Agustus 1956. Meraih gelar insinyur teknik sipil, dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. tahun 1984. Kemudian lulus dari Hult International Business School (Arthur D. Little), Boston Amerika Serikat, bidang Business Administration pada tahun 1991.
Bercita-cita menjadi kontraktor, namun nasib membawanya menjadi pegawai negeri sipil. Agus Rahardjo memulai pengabdian publik di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Di Bappenas, Agus Rahardjo menduduki beragam posisi. Mulai dari direktur Pendidikan, Direktur Sistem & Prosedur Pendanaan, hingga Kepala Pusat Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Namanya makin melejit saat pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dia menjadi Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (LKPP) periode 2010-2015.
Tanpa banyak diketahui publik, Rahardjo berperan melakukan reformasi dan modernisasi pelayanan publik di pemerintahan pusat hingga daerah. Salah satu terobosan yang dilakukan oleh Agus Rahardjo saat menjadi Ketua LKPP adalah pengadaan barang/jasa melalui e-Cataloque. Melalui program ini maka akan diperoleh transparansi harga dan standarnya serta produk/jasa yang memenuhi kritera tersebut yang ada di daftar e-cataloque. Ini memudahkan bagi Pemerintah (pengguna) karena sangat memudahkan dan tidak akan takut melakukan kesalahan dalam pengadan barang/jasa. Ini diakui pula oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaya Purnama menilai peran LKPP di bawah kepemimpinan Rahardjo, “Pak Agus Raharjo sangat baik. (Dengan e-Catalogue) enggak ada lagi pembelian-pembelian individual, termasuk pembelian barang sehingga nanti kontrolnya gampang, pembeliannya cepat dan mutunya baik.”
Pengalaman di birokrasi dan semangat aktivisnya ini mengantarkan dirinya untuk mendaftar menjadi salah satu calon pimpinan (capim) KPK. Agus mengikuti proses panjang seleksi capim KPK, mulai dari pendaftar 500 orang hingga 10 orang yang diajukan presiden ke DPR.
Setelah mengikuti uji kelayakan, Agus Rahardjo dinyatakan lulus sabagai pimpinan KPK. Ia mendapatkan nilai teratas, bahkan saat anggota DPR voting menentukan ketua dari lima pimpinan KPK, lagi-lagi Agus mendapatkan skor tertinggi. Dalam voting yang diikuti sebanyak 54 Anggota Komisi III DPR RI, Agus Rahardjo mendapatkan perolehan suara sebanyak 53 suara, Basaria Pandjaitan, sebanyak 51 suara, Alexander Marwata, sebanyak 46 suara, Laode Muhammad Syarif dan Saut Situmorang masing-masing mendapatkan sebanyak 37 suara.
Pada 17 Desember 2015, Komisi Hukum DPR RI menetapkan Agus Rahardjo sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia terpilih periode 2015-2019. 18 Desember 2015, Sidang Paripurna DPR RI mengesahkan hasil penetapan pemilihan lima komisioner KPK.
Agus Rahardjo adalah orang pertama yang menjabat Ketua KPK tanpa latar belakang pendidikan formal hukum dan pengalaman di lembaga penegakan hukum. Prestasi Agus Rahardjo pada saat memimpin Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (LKPP) menunjukkan kiprahnya dalam upaya melakukan pencegahan korupsi dan menciptakan sistem tata kelola Pemerintahan yang bersih (GCG). Pada masa kepemimpinan Agus Rahardjo di KPK, berbagai prestasi yang mentereng dalam penegahan hukum berhasil dilakukan. Beberapa kasus korupsi kelas kakap (mega korupsi) yang berhasil diungkap KPK pada masa kepemimpinan Agus Rahardjo antara lain kasus pemberian keterangan lunas BLBI dengan kerugian negara Rp4,58 triliun, kasus pengadaan KTP elektronik dengan kerugian negara Rp2,3 triliun, dugaan korupsi terkait Izin Pertambangan di Kabuapten Konawe Utara senilai Rp2,7 triliun, dan dugaan korupsi terkait Izin Pertambangan di Kota Kabupaten Waringin Timur sebesar Rp5,8 triliun.
Satu prinsip yang selalu dipegang teguh oleh Agus Rahardjo adalah, “Berantas korupsi perlu contoh, bukan pendidikan semata.”
Dalam menjalankan tugas sebagai komisioner KPK, tentu banyak hambatan yang dialaminya. Sebagai pimpinan KPK tentu saja Agus Rahardjo tidak lepas dari upaya kriminalisasi oleh para pihak yang tidak senang dengan kiprahnya dalam memberantas korupsi. Selain itu, upaya kriminalisasi kepada pegawai KPK juga marak terjadi, yang menjadi perhatian publik tentu saja adalah kasus penyiraman air keras kepada salah satu penyidik KPK Novel Baswedan yang menyebabkan mata kirinya cacat permanen dan belum terungkap. Menjelang berakhirnya kepemimpinan KPK di eranya, muncul kembali upaya pelemahan KPK dengan revisi UU KPK yang dilakukan oleh DPR dan mendapatkan perlawanan dari berbagai pihak, tidak hanya perlawanan dari KPK tetapi juga seluruh elemen masyarakat yang peduli pada pemberantasan korupsi. Bagi Alumni ITS, sudah beberapa kali melakukan aksi untuk mendukung upaya penguatan lembaga KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia